yayasanhadjikalla.or.id; Makassar – Selain dikenal sebagai kawasan wisata, dataran tinggi Malino, di Kabupaten Gowa, menghasilkan beragam jenis sayur dan juga buah yang melimpah. Selama bertahun-tahun, produk hortikultura dari kawasan di kaki Gunung Bawakaraeng ini menopang kebutuhan warga di Sulawesi, Kalimantan, hingga Papua.

Dataran tinggi Malino yang sejuk merupakan salah satu sentra sayuran dan buah terbesar di Sulawesi Selatan. Areal perkebunan terhampar di Kecamatan Tinggimoncong, Tombolo Pao, dan Bungaya, sekitar 70 km arah tenggara Kota Makassar. Hampir 80 persen dari 30.000 jiwa penduduk tiga kecamatan tersebut hidup sebagai petani. Dalam beberapa tahun terakhir popularitas komoditi buah-buahan Malino menurun, padahal sebelumnya, Malino menjadi daerah produksi komoditi buah kualitas unggul.

Berdasarkan kondisi tersebut, Yayasan Hadji Kalla berinisiatif untuk membuat program pembinaan petani buah di kawasan Malino, tepatnya di Desa Tonasa, Kecamatan Tinggimoncong, Gowa. Program ini bernama Pemberdayaan Ekonomi Rakyat – Alpukat.

Bekerjasama dengan Balai Penelitian Buah (Balitbu) Kementerian Pertanian, Yayasan Hadji Kalla memberikan pelatihan kepada para Petani di Desa Tonasa 6-8 Juni 2022, dengan tema “Pelatihan Teknis Budidaya Alpukat (pemupukan, pemangkasan dan pengendalian hama penyakit tanaman alpukat)”. Yayasan Hadji Kalla mendatangkan langsung Tenaga Ahli Peneliti dari Balai Penelitian Buah Kementerian Pertanian, Muhammad Ikhsan.  Dalam agenda tiga hari pelaksanaan pelatihan, para Petani Desa Tonasa akan diajarkan cara-cara pemupukan yang baik, pemangkasan hingga proses pengendalian hama yang bisa saja menyerang tanaman alpukat yang para petani telah tanam.

Sebelumnya diketahui bahwa sejak tahun lalu, program ini telah dijalankan dan Kelompok Tani Parangta’juru, Desa Tonasa menjadi kelompok tani yang dipilih oleh Yayasan Hadji Kalla untuk menjadi mitra dalam implementasi program pemberdayaan ekonomi rakyat – alpukat. Yayasan Hadji Kalla membagikan 1.000 bibit pohon alpukat varietas unggul untuk kelompok tani parangta’juru. Pelatihan kali ini adalah lanjutan dari program tersebut. “Lewat pelatihan ini, kita harapkan para petani yang sebelumnya telah kita bantu dengan bibit alpukat unggul, bisa menambah wawasannya terkait perawatan tanaman alpukat. Kita mendatangkan ahlinya langsung dari Solok, Sumatera Barat, hari ini ke hadapan para petani, mereka bisa langsung belajar dan praktik langsung”, jelas Heryanto, Program Officer Bidang Ekonomi Sosial; Yayasan Hadji Kalla.

Di hari pertama para petani diajarkan teknik menyambung pucuk dengan entres (pucuk alpukat varietas unggul). Teknik sambung pucuk dilakukan dengan cara menggabungkan batang atas dan batang bawah. Batang bawah diharapkan menjadi batang yang tahan terhadap patogen tanah dan kokoh, sedangkan batang atas merupakan bagian yang memiliki karakter produksi yang diinginkan. “Batang bawah ini biasanya menggunakan tanaman yang berasal dari biji sehingga memiliki perakaran yang kuat. Perpaduan dari bagian tanaman yang disatukan tersebut diharapkan akan menghasilkan  tanaman jenis baru dengan sifat genetis yang memiliki keunggulan, yaitu kokoh, perakaran kuat, cepat berbuah, produktif, tahan penyakit dan mutu buah baik sesuai dengan sifat genetis induknya. Teknik sambung pucuk ini kita lakukan dengan membuat celah pada batang bawah dan dimasukkan batang atas (entres) yang memiliki paling tidak tiga mata tunas. Entres ini diambil dari cabang atau ranting yang berasal dari tanaman lain yang memiliki keunggulan genetis”, jelas Muhammad Ikhsan.

Di hari berikutnya, para petani diajarkan melakukan pemupukan dengan menggunakan bahan-bahan organik yang berpengaruh pada pertumbuhan pohon alpukat dan buah yang dihasilkan. Lewat bahan organis, diharapkan menjadikan pohon bisa tumbuh lebih baik dan terhindar dari penyakit tanaman.

Heryanto menjelaskan bahwa program ini bersifat pemberdayaan dan jangka panjang, para petani tidak hanya diberikan bibit secara cuma-cuma, namun diberikan tanggung jawab untuk bisa menghasilkan bibit serupa yang juga unggul agar bisa kembali digunakan oleh Yayasan Hadji Kalla menjalankan program yang sama di lokasi lain, “Kita tidak memberikan bibit ini bukan hanya untuk ditanam dan dipelihara, tapi kita harapkan para petani di sini bisa menghasilkan kembali bibit-bibit yang sama dengan kualitas unggul dan akan dikembalikan kepada pihak Yayasan Kalla agar bisa kembali digunakan di lokasi lain dan dilakukan program yang sama. Karena itulah kita melakukan perjanjian kerjasama dengan Kelompok Tani Parangta’juru, agar semuanya merasa punya tanggung jawab dan amanah dalam menjalankan program ini. Makanya kita akan tetap melakukan pendampingan hingga beberapa tahun kedepan”, pungkasnya.

Sementara itu Jufri, selaku ketua Kelompok Tani Parangta’juru berujar bahwa Ia dan kelompoknya dalam setahun terakhir sejak program ini dimulai dan bibit yang diberikan mulai ditanam, Ia dan kelompoknya tetap semangat untuk menjalankan program yang diamanahkan Yayasan Hadji Kalla dan berharap bahwa dalam waktu dua tahun ke depan, program ini bisa segera menuai hasil positif. “Kita juga senang hari ini ada pelatihan lagi yang difasilitasi oleh tim Yayasan Kalla, teman-teman semangat untuk belajar, apalagi kita lihat sudah banyak tanaman alpukat yang kita tanam sejak tahun lalu bisa tumbuh dengan baik”, tandas Jufri.

Dalam prosesnya, Kelompok Tani Parangta’juru, Desa Tonasa juga tengah menunggu penerbitan sertifikat penangkar resmi dari UPT BPP (Unit Pelaksana Teknis Balai Penyuluhan Pertanian) Kabupaten Gowa, ini akan menjadikan Kelompok Tani Parangta’juru, Desa Tonasa sebagai penangkar alpukat resmi dan satu-satunya di Sulawesi yang diakui oleh Kementerian Pertanian.

Dalam beberapa tahun mendatang, program ini menjadi mercusuar baru dalam dunia pertanian di wilayah Indonesia Timur, di mana Desa Tonasa akan menjadi pusat pembibitan alpukat unggul di Sulawesi Selatan.

(Br)