yayasanhadjikalla.or.id, Sinjai – Komunikasi adalah rantai untuk memahami dan menyatukan anggota kelompok masyarakat dari atas kebawah, dari bawah keatas dan dari samping ke samping. Manusia belajar, berkoordinasi, bertanya, memberi nasihat, supervisi dan mengevaluasi melalui komunikasi.

Kapan komunikasi dikatakan efektif? Jika pendengar telah memahami dengan benar pesan atau gagasan yang disampaikan pembicara. Hal ini berlaku untuk semua kalangan baik itu orang dewasa, remaja maupun anak-anak.

Salah satu komunikasi yang harus mendapatkan perhatian adalah interaksi antara orangtua dan anak. Orangtua belajar untuk berbicara bersama anak bukan sekedar bicara, sebaiknya menggunakan kata-kata yang jelas artinya bagi anak.  Tetapi bagaimana jika anak merupakan tipe pendiam dan tak komunikatif?

“Tidak ada aturan jelas, tetapi perlu diperhatikan pengunaan kalimat yang benar, memberikan isyarat, dan empati untuk mendapatkan kedekatan emosional dengan anak,” kata Nur Anti, SE, MT dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Provinsi Sulawesi Selatan.

Menurut Anti, Anak tidak belajar dengan mata saja, tapi dengan tangan, dengan telinga. Otaknya sedang terbentuk untuk mengetahui dunia, jadi orangtua harus memperhatikan sikap dan pola komunikasi baik secara verbal maupun  non verbal. Otak orang dewasa akan merespon bayi dengan ingin bermain, atau bersuara dengan intonasi tinggi, bahkan menggunakan bahasa universal bayi.

“Hormon Oxytocyn akan aktif baik pada ibu maupun bapak dan akan merasakan kondisi yang senang, oksitosin dalam otak manusia menimbulkan kepercayaan, perilaku ramah, ikatan antara orangtua dan anak-anak, dan mengurangi tensi pertengkaran,” tuturnya kepada 32 peserta TOT Parenting di Desa Bongki Lengkese, Kecamatan Sinjai Timur, Jumat (31/3/2017).

Rasa bahagia akan menimbulkan oksitosin dalam tubuh, bahkan kehadiran fisikpun sudah cukup untuk memicu munculnya hormon ini. Dalam situasi attunement (interaksi tatap mata dalam selang waktu tertentu) baik ibu maupun bapak biasa berinteraksi saling timbal balik dengan bayi dan menjadi dasar untuk empati.

Bayipun sangat memerlukan permainan untuk perkembangan bahasa, pengenalan suara, pemahaman hubungan timbal balik, dan pengetahuan bahwa ia adalah agen yang aktif. Hal seperti ini tidak akan dialami oleh anak yatim piatu atau anak yang ditelantarkan.