yayasanhadjikalla.or.id – Gizi intelektual dan gizi fisik merupakan hal yang harus dilakukan oleh orangtua, dimulai pada saat anak masih berada dalam kandungan. Seseorang kadang menjadi baik, bukan karena fisik, paras, harta, atau kepintaran. Melainkan dari kepribadian yang melekat pada dirinya. Konsep diri seseorang merupakan pemahaman tentang dirinya dari pengalaman yang melekat pada dirinya, pandangan sosial budaya yang tertanam sejak lama, kekurangan-kelebihan yang dimiliki. Dimana, hal ini terbentuk melalui lingkungan yang diyakini sebagai suatu kenyataan.

Langkah menentukan konsep diri, pertama mengenali diri, bagaimana saya (berpikir-bersifat-bertindak) dan menentukan konsep diri. Jika seseorang memiliki perilaku yang baik, maka dia pasti memiliki produk perilaku yang baik. Namun, banyak sekarang ini orang melakukan pembenaran diri atas produk perilakunya yang jelek. Contohnya, “cara bicara saya kasar atau sering mencela orang lain, tapi hati saya baik kok”. Padahal produk perilaku itu cerminan dari perilaku bahkan karakter seseorang.

Terdapat 3 komponen sikap, yaitu aspek kognitif, apa yang diyakini dan apa yang dipikirkan orang mengenai suatu objek sikap, aspek afektif yang merupakan refleksi perasaan sikap, dan aspek konatif merupakan kecenderungan orang untuk berperilaku terhadap objek berdasarkan penilaian dan pilihan. Ibarat tubuh manusia, kognitif merupakan kepala yang berpikir, afektif adalah hati, dan konatif adalah kaki yang bertindak.

Ibarat ikan di laut (air asin), sang ikan tidak menjadi asin dan tetap menjadi ikan yang memiliki rasa yang tawar ketika diambil dan hanya ikan yang mati yang menjadi asin. Jiwa yang hidup adalah jiwa yang tak terwarnai, tapi jiwa yang mati adalah jiwa yang terwarnai, sebab seseorang yang memiliki konsep diri tidak akan terpengaruh oleh lingkungan. Hanya jiwa yang mati atau tidak memiliki konsep diri yang terpengaruh oleh lingkungan.

Sikap positif memiliki cerminan seseorang selalu dikenang, dihargai, dan dihormati, memiliki kepercayaan diri dan ekspresi sikap positifnya tercermin di berbagai aspek kehidupannya. Sedangkan, sebaliknya sikap negatif memiliki cerminan senantiasa memperlihatkan ekspresi diri yang tidak menyenangkan dan bersifat kontra produktif.

Terdapat gambaran pada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang memiliki konsep diri yang luar biasa yaitu sikap positif sehingga mereka mampu melakukan dan menembus apa yang dapat dianggap tidak dapat mereka lakukan. Melihat hal itu, tentu saja dibandingkan dengan anak-anak yang masih normal tentu sangat mudah dilakukan. Namun, hal ini kembali ke pengasuhan orangtua yang apakah mereka cepat menyerah atau malu terhadap anak-anak mereka. Orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan pengasuhan yang baik dan penanaman konsep diri yang baik akan mengubah dari ketidakmampuan menjadi kelebihan yang dapat menyenangkan atau bermanfaat bagi orang lain. Maka, untuk menjadi orang yang berhasil, maka kita harus mengenali diri kita sendiri dan harus mampu mengungkap diri pribadi.

Bentuk-bentuk pola asuh orangtua sangat erat hubungannya dengan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa, dimana hal ini membentuk pola jiwa anak. Sifat berbeda dengan karakter, dimana sifat dibawa dari lahir sedangkan karakter dibentuk oleh lingkungan. Tahap pembentukan karakter dimulai dari pengenalan diri, pemahaman diri, penerapan dalam kehidupan, pengulangan/pembiasaan, pembudayaan di rumah atau di lingkungan sekitar, dan tahap akhirnya adalah internalisasi menjadi karakter. Enam pilar dari karakter yaitu kepercayaan, integritas, bertanggung jawab, menghargai, loyalitas, dan kejujuran yang dimana menjadi peran orangtua dalam membentuk karakter anak sehingga dimana pun mereka berada dapat diterapkan.

Sumber: Notulen workshop parenting 4-5 Maret 2017 yang diadakan di Aula LEC Athirah Antang, Makassar.