yayasanhadjikalla.or.id; Suasana suci Ramadan, di mana umat Muslim di seluruh dunia beribadah dan memperdalam spiritualitas mereka, dalam artikel ini Yayasan Hadji Kalla akan menceritakan kisah ada 4 orang dai yang dengan penuh cinta dan dedikasi melayani masyarakat di desa terpencil binaan Yayasan Hadji Kalla. Inilah kisah inspiratif para dai muda yang mengabdi selama ramadan dan idul fitri 1444 Hijriyah di Desa Toddolimae (Maros), Desa Kabitatogo, Wisatakolo dan Kapota Utara (Wakatobi).
Mereka adalah Ustad Ibnu Ashar, Ustad Muzammil, Ustad Salman dan Ustad Fadel yang keempatnya bertugas di Desa Binaan Yayasan Hadji Kalla di Kabupaten Kepulauan Wakatobi dan Kabupaten Maros. Para pemuda ini ditugaskan untuk berdakwah di desa yang terletak di pelosok yang sulit dijangkau dalam program tebar dai, Yayasan Hadji Kalla. Namun bagi para Ustad muda ini, hal itu jadi penyemangat besar untuk memberikan pengajaran agama kepada penduduk desa yang membutuhkan.
Setiap tahun selama bulan Ramadan, Ustad-ustad muda dari STIBA (Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam dan Bahasa Arab), Makassar, ditugaskan oleh Yayasan Hadji Kalla untuk tinggal dan berdakwah di desa selama ramadan dan mengorganisir berbagai kegiatan keagamaan untuk memperkuat iman dan memperkaya pengetahuan agama warga desa. Mereka membagikan pengajarannya dengan menjadi imam sholat tarawih, kegiatan kajian, ceramah, dan diskusi kecil yang diadakan di masjid desa.
Tantangan yang dihadapi oleh para ustad ini sangatlah besar. Jalan menuju desa terjal dan sulit dilalui, komunikasi yang terbatas, dan keterbatasan sumber daya menjadi tantangan. Namun, semangat yang kuat dan keinginan untuk membawa manfaat bagi masyarakat menjadikan mereka tak kenal lelah.
Ustad Muzammil, Salman, Fadel dan Ibnu Ashar bekerja dengan tim fasilitator desa binaan Yayasan Kalla untuk menyusun program yang menarik dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Dia memberikan pengajaran yang praktis dan mudah dipahami oleh anak-anak dan juga orang tua.
“Yah meskipun kehidupan di desa tidak seindah atau semudah di kota, kami melihat potensi besar dalam memberikan manfaat bagi masyarakat. Kami semua percaya bahwa dengan membantu penduduk desa memperdalam pemahaman mereka tentang agama dan mendorong mereka dalam beribadah, kami berharap, dengan adanya kami di sini, bisa mewujudkan perubahan yang positif dan memberikan harapan baru bagi mereka.” Jelas Ustad Muzammil yang bertugas di Desa Kabita Togo, Kabupaten Kepulauan Wakatobi.
Semangat dan dedikasi para pendakwah muda ini dalam mengabdi di desa terpencil selama Ramadan tidak hanya terbatas pada bulan suci tersebut, tetapi berlanjut hingga hari raya Idul Fitri. Karena sudah terjalinnya hubungan yang erat dengan penduduk desa lewat bimbingan dan dukungan spiritual yang berkelanjutan, mereka akhirnya diminta langsung oleh warga desa untuk tinggal hingga hari raya, memimpin sholat Idul Fitiri.
Momen ini menjadi sangat unik, karena dalam kesepakatan bersama Yayasan Hadji Kalla, para dai muda ini hanya bertugas hingga di hari terakhir ramadan, namun akhirnya karena banyak warga yang meminta mereka untuk tinggal hingga hari raya dan menjadi imam Sholat Idul Fitri, membuat mereka merasa harus menjawab dan mewujudkan permintaan dari segenap warga desa.
“Kami sebenarnya sudah mau pulang, tapi warga berbondong-bondong datang ke posko, meminta saya untuk jadi Imam sholat Idul Fitri. Pada momen itu, berat rasanya untuk pulang, melihat para warga yang berharap saya untuk tetap tinggal. Saat itu juga dengan Bismillah dan niat, saya memutuskan untuk tinggal dan memenuhi permintaan warga menjadi Imam Sholat Ied.” Papar Ustad Salman, yang bertugas di Desa Wisata Kolo, Kab. Wakatobi.
Sementara itu, Muhammad Tasron selaku Kepala Desa Kabita Togo mengaku senang Ustad Muzammil bisa tinggal dan jadi imam sholat Ied di desanya. “Dia ini sudah sangat akrab dengan warga, apalagi dengan anak-anak. Berat rasanya harus berpisah dengan ustad ini, sampai akhirnya warga-warga di sini ramai-ramai datang minta Ustad untuk tinggal sampai idul fitri dan jadi Imam saat Sholat Ied. Saya juga kaget kenapa ramai itu pagi-pagi. Tapi yah itulah, artinya ustad ini sudah sangat diterima dan dicintai oleh warga Kabita Togo.” Tandas Pak Tasron.
Kisah para dai muda ini mengajarkan kita tentang kekuatan pengabdian dan bagaimana seorang individu dapat membuat perbedaan di tengah lingkungan yang terbatas. Melalui ketulusan, kesabaran, dan komitmen yang tinggi, Dai Muda STIBA telah mampu merangkul masyarakat di desa terpencil dan membawa harapan serta pencerahan dalam hidup mereka.
Kisah inspiratif para dai muda yang bertugas di Wakatobi dan Maros, mengingatkan kita akan pentingnya mengabdi dan memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan, terutama di tempat-tempat yang terpinggirkan. Setiap individu memiliki peran penting dalam memberikan kontribusi positif dalam masyarakat, dan mereka adalah contoh nyata tentang bagaimana seorang dai dapat menjadi agen perubahan yang kuat dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Melalui artikel ini, kita diingatkan tentang arti sejati dari Ramadan, yaitu untuk berbagi kasih sayang, mengabdi kepada sesama, dan memperkuat ikatan spiritual dengan Tuhan. Kisah para ustad muda ini menginspirasi kita untuk melihat nilai dalam pengabdiannya di desa terpencil selama bulan Ramadan. Mereka adalah contoh nyata tentang bagaimana seorang dai dapat menginspirasi.
(Br)