yayasanhadjikalla.or.id; Makassar – Mengawali tahun 2020, bidang Ekonomi dan Sosial, Yayasan Hadji Kalla semakin mematangkan persiapan untuk memulai pelaksanaan program pembinaan desa lewat Program Desa Bangkit Sejahtera (DBS) 2020. Di tahun 2020, Yayasan Hadji Kalla akan bersiap untuk memulai pembinaan di 13 calon desa binaan yang berada di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dengan kategori Indeks Desa Membangun di bawah rata-rata angka standarisasi nasional untuk desa kategori sangat tertinggal.

Persiapan telah dilakukan sejak akhir desember 2019 yang lalu dengan memulai perekrutan tenaga pendamping desa baru atau yang dikenal dengan Field Facilitator. Langkah ini dilakukan untuk bisa semakin memaksimalkan implementasi program di desa sepanjang tahun 2020. Akan ada inovasi baru, di mana setiap desa yang mendapat pendampingan akan ada dua orang pendamping dari Yayasan Hadji Kalla yang siap untuk bersinergi dan melaksanakan tugas pembinaan dan pendampingan masyarakat desa dengan sistem rotasi.

Rencananya, tenaga pendamping desa baru yang akan direkrut ini akan melengkapi formasi 12 orang pendamping desa yang sebelumnya telah bertugas di desa-desa dampingan Yayasan Hadji Kalla. Calon pendamping desa baru tersebut telah mengikuti pembekalan awal sebelum benar-benar dipilih untuk melakukan tugas pendampingan di desa binaan. Pembekalan dilaksanakan di Laboratorium Multimedia, Sekolah Islam Athirah, Jl. Kajaolalido, Kota Makassar pada 5 dan 6 maret 2020 lalu.

Materi pembekalan dibawakan oleh Andi Wahyullah, Tenaga Ahli Infrastruktur Desa P3MD Kabupaten Wajo, dan Nasruddin, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa P3MD Kabupaten Pangkep. Keduanya membawakan materi-materi pemberdayaan desa dan rencana strategi pemberdayaan yang bisa dijalankan oleh para fasilitator pendamping desa binaan Yayasan Hadji Kalla.

Secara lebih detail, materi yang dibawakan terdiri dari, perspektif undang-undang desa, Indeks Desa Membangun, strategi capaian target kinerja melalui IDM, penggunaan dana desa, strategi perencanaan, pendampingan dan pembangunan desa melalui IDM serta strategi komunikasi dengan pemerintah desa. Semua materi tersebut diharapkan bisa menjadi tambahan ilmu dan wawasan bagi para calon tenaga pendamping desa untuk bisa lebih siap dalam mengerjakan tugasnya.

Nasruddin mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan Yayasan Hadji Kalla melalui program DBS ini bisa menjadi altenatif solusi pembangunan desa yang digalakkan pemerintah yang juga tentu bisa membantu pemerintah dalam langkah pembangunan desa.

Sementara itu, Akhsan yang merupakan tenaga field facilitator desa Yayasan Hadji Kalla yang sebelumnya telah melakukan pendampingan di beberapa desa binaan, berharap bahwa dengan adanya pembekalan keilmuan dari para tenaga ahli ini, bisa semakin membuka wawasan dan kesiapan para calon tenaga pendamping desa untuk mulai membangun dan membantu pemerintah desa mengembangkan desa baik dari sisi ekonomi, sosial, budaya hingga nilai-nilai keagamaan.

(Bur)