yayasanhadjikalla.or.id – Seperti hari-hari sebelumnya, satu-dua anak dengan pakaian rapi dan wajah polos penuh keceriaan, memeluk erat bapaknya ketika hendak menuju tempat belajar, Taman Kanak-kanak (TK). Tempat ini belum lama di buka, letaknya berada di Dusun Suka, Desa Pammusureng, Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone.

TK ini baru saja berdiri sekitar 2 bulan lalu. Mengenai fasilitas bermain, bisa dikatakan sudah memadai karena terdapat satu ayunan, seluncuran, dan satu jungkat-jungkit. Konon, fasilitas bermain ini merupakan bantuan dari pihak pemerintah. Hanya saja, nampaknya bantuan yang diberikan belum tepat sasaran, karena tempat ini membutuhkan bangunan sekolah permanen.

TK yang baru saja didirikan ini, masih menggunakan bangunan posyandu sebagai tempat belajar anak-anak. Posyandu yang digunakan pun sangat jauh dari kata layak. Dinding bangunan terbuat dari kayu, dan kondisinya pun memprihatinkan karena cahaya akan menembus masuk ke ruangan saat matahari terik, sehingga mengganggu kenyamanan belajar anak-anak.

Belum lagi, anak-anak harus membongkok saat menulis atau pun mewarnai gambar, dikarenakan belum tersedianya meja dan kursi sebagai fasilitas penunjang. Namun, sekali lagi keterbatasan ini bukan perkara serius bagi mereka, yang dipahami, fasilitas yang ada sudah merupakan kemewahan yang tak ternilai. Mereka merasa beruntung sudah merasakan belajar di masa kanak-kanak, meskipun dengan fasilitas yang kurang memadai. Kemewahan itu pun, mungkin mereka rasakan saat jam bermain tiba, dengan penuh semangat mereka bermain memanfaatkan fasilitas bermain bantuan dari pemerintah setempat.

Hal miris yang terjadi saat hendak melihat proses belajar, seorang guru yang usianya masih muda mengajar sambil memegang penggaris kayu yang panjangnya mencapai satu meter. Penggaris tersebut digunakan untuk mengancam siswa yang ribut dan membuat gaduh di kelas. Sungguh, pemandangan yang sangat menyayat hati. Seorang guru selayaknya memberi teladan yang baik kepada anak muridnya dengan perkataan, tutur, dan tingkah yang lembut, berubah menjadi sosok yang arogan dan tidak memiliki rasa kemanusiaan.

Berdasarkan keterangan guru tersebut, ia lulusan SMA dan sedikit pun belum memiliki pengalaman mengajar anak-anak. Jadi, tak bisa dihukum, hal tersebut dilakukan seorang pengajar karena kurang pengetahuan dan pengalaman. Mengajar hanya dilakukan karena merasa iba, bukan panggilan hati untuk mengabdi pada anak-anak tersebut.

Dari kejadian ini lah, terusung program pelatihan untuk guru tingkat TK. Tujuannya, untuk menunjang kapasitas guru, sekaligus merefleksikan kondisi pendidikan saat ini, utamanya di pelosok desa.

Penulis: Ulfa Nur Qalbi, Sarjana Pendamping Program Desa Bangkit Sejahtera Yayasan Hadji Kalla wilayah Pammusureng, Kec Bontocani, Kab Bone.