yayasanhadjikalla.or.id – Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan dengan kondisi pendidikan. Semakin besar perhatian yang diberikan, dipastikan suatu bangsa juga akan sangat berkembang. Rumus sederhana seperti ini, cukup ampuh menjadi hipotesa sementara, sebab pada kenyataannya segala aspek pendidikan baik itu bentuk material, kebijakan-kebijakan, keberpihakan pemerintah serta visi dan misi harus dikedepankan.

Meluas, Merata dan Berkeadilan

Sebelum mengurai lebih jauh tentang tema sentral yang dibahas dalam tulisan ini, ada baiknya jika ada tolak ukur persepsi tentang kata yang termuat dalam tema. Meluas, artinya akses pendidikan yang tidak hanya dirasakan oleh siswa yang berada di kota-kota besar dengan kemajuan kota yang signifikan ditengah gegap gempitanya arus modernisme perkotaan. Akses pendidikan harus pula bisa merangkul para siswa yang berada di seberang sungai berarus deras, di balik puncak gunung-gunung berhutan di hujan lebat di pedalaman Papua, juga mereka yang berada di seberang gugusan pulau-pulau kecil di Pangkep. Apapun situasinya, akses pendidikan harus bisa merangkul semua siswa, sebab merekalah calon penerus kehidupan berbangsa dan bernegara esok hari.

Merata, artinya fasilitas pendidikan yang ada diperkotaan juga harus ada dijumpai di kawaasan pedesaan yang mungkin saja perbedaan lingkungan sekolahnya sangat berbeda. Sisa-sisa pembangunan corak orde baru yang cenderung trickle down effect yang beranggapan bahwa Jawa sentris yang menjadi tolak ukur pembangunan Indonesia, mengakibatkan banyak sekolah di daerah lain khususnya di pelosok yang harus menelan air liur kekecewaan sebab terdistorsi dari aspek pemerataan pendidikan. Akhirnya, bisa kita lihat saat ini adanya perbedaan dalam memandang kualitas pendidikan yang ada di Jawa dengan daerah lainnya.

Adil, merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang sering diterjemahkan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Pada masyarakat yang kental dengan potensi pertanian, rasanya sangat riskan jika pemerintah memberikan fasilitas pendidikan kejuruan (SMK) dibidang kelautan ataupun kedirgantaraan. Hal ini, tentu saja bertolak belakang dari kata adil, jika mayoritas masyarakat petani maka yang harus dilakukan pemerintah adalah membuatkan institusi pendidikan yang dengannya mereka bisa mengembangkan potensi pertanian sebagai corak dasar masyarakat.

Beberapa Problem Pendidikan

Lajunya perkembangan teknologi dan informasi sejak beberapa tahun terakhir ini tentu saja ikut mempengaruhi akses pendidikan. Hal ini juga membawa perubahan dalam sub-sub bidang pendidikan, misalnya tingkat interaksi antara siswa dan guru menjadi semakin mudah dan interaktif dengan bantuan berbagai media jejaring sosial yang memungkinkan setiap saat terjadi hubungan komunikasi diantara mereka. Dari segi pengajaran pun demikian, pengajar akan dianggap ketinggalan dan gagal move on jika metode pengajaran yang digunakan masih seperti saat mereka dulu sekolah. Sebab, tidak bisa dipungkiri jika ada pula pengajar yang masih mempertahankan pola pengajaran konvensional, yaitu guru menjelaskan sedangkan siswa hanya bisa mendengarkan.

Dinamisnya, perkembangan teknologi dalam pendidikan juga pernah diungkapkan oleh Wapres Jusuf Kalla dalam buku “Satu Digit”. Beliau memaparkan pada masa mendatang pendidikan sangat dinamis. Kenapa pendidikan sangat dinamis? Karena ilmu sangat dinamis. Bagaimana dinamisnya ilmu dapat dilihat dari perkembangan teknologi. Berkat teknologi, upaya membuka akses pendidikan untuk semua daerah juga semakin mudah misalnya komputerisasi system ujian nasioanal yang baru-baru saja berlangsung menjadi salah satu bukti jika akses pendidikan sangat terkait dengan perkembangan teknologi.

Masih tentang perkembangan teknologi. Sekarang ini, sudah sangat banyak dikembangkan berbagai alat perangkat pendidikan yang sengaja di desain untuk memberikan pengalaman belajar siswa yang semakin menyenangkan. Misalnya, belajar ilmu pengetahuan alam menjadi semakin mudah dan menarik minat siswa melalui tampilan audiovisual dalam bentuk film yang bisa merangsang kecerdasan otak kiri siswa. Tentu, hal ini sangat berbeda dengan beberapa tahun yang lalu, untuk belajar mata pelajaran seperti kimia, siswa harus berkutat dengan berbagai angka, simbol, serta diferensiasi keduanya yang sudah pasti bisa membunuh semangat da kecintaan terhadap salah satu mata pelajaran.

Data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik, diketahui bahwa Angka Partisipasi Sekolah (APS) Nasional anak kelompok umur 7-12 tahun (99.09%), umur 13-15 tahun (94.72%), umur 16-18 tahun (70.61%) dan umur 19-24 tahun (22.95%). Bermodalkan ddata tersebut, ada sebuah kecenderungan jika semakin bertambah usia peserta didik maka semakin pula berkurang pula tingkat partisipasi untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat lanjutan dari jenjang yang sebelmnya. Penurunan sangat tajam ditunjukkan dari bangkus Sekolah Menengah Pertama ke jenjang Sekolah Menengah Pertama, tentu sangat signifikan yang awalnya diangka 94,72% kemudian menjelma ke angka 70.61% artinya ada perbedaan 20% disetiap peralihan tingkat pendidikan tersebut. Jika kita konversi angka 20%, anggaplah setiap 1% mewakili 10.000 siswa berarti ada sekitaran 200.000 siswa yang tidak lanjut ke bangku SMA. Tentu saja ini sangat memilukan, mengingat SMA masing menjadi agenda program wajib belajar 12 tahun yang mulai digalakkan oleh pemerintah

 

PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Data tahun 2001, dari 26,2 juta anak usia 0-6 tahun baru sekitar 7,3 juta anak (28%) yang telah menerima PAUD
2. Angka Partisipasi Data tahun 2001/2002, masih ada 25,7% anak usia 13-15 tahun yang belum mendapatkan layanan pendidikan SMP/MTs
3. Angka Mengulang Kelas Data tahun 2001/2002, tingkat SD mencapai 5,4%, tingkat SMP/MTs  0,44%
4. Angka Putus Sekolah Data tahun 2001/2002, sebesar 2,66% untuk tingkat SD/MI
5. Angka Kelulusan Data tahun 2001/2002, sebesar 97% untuk SD/MI dan 95% untuk SMP/MTs
6. Angka Melanjutkan Data tahun 2001/2002, sebesar 70,5% untuk lulusan yang melanjutkan ke tingkat SMP/MTs
7. Kondisi Gedung Sekolah Hingga tahun 2002, gedung SD/MI yang berada dalam kondisi baik hanya 42,8%, selebihnya rusak berat dan ringan.  Untuk SMP, sekitar 85,8% dalam kondisi baik

Sumber : PNBAI 2015, 2004

Data penulis kutip dari website www.yksi.com. Jika melihat problem pendidikan yang tertera dalam tabel tersebut satu kata yang pasti jika persoalan pendidikan juga efek dari keterbatasan pemerintah untuk melakukan pengganggaran dalam APBN. Menurut Teuku Rifky Harsya Ketua Komisi X DPR-RI bahwa anggaran pendidikan selama 10 tahun era pemerintahan SBY dari 2004 hingga 2014 tumbuh signifikan dari Rp 77 triliun menjadi Rp 369 triliun. Pada era Jokowi, anggaran pendidikan di APBN-P 2015 dan APBN 2016 berkisar Rp 400 triliun. (www.kompas.com)

Peran Serta CSR

Kita semua sepakat jika salah satu persoalan utama dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu dan berkualitas adalah terbatasnya jumlah anggaran yang bisa digunakan oleh pemerintah khususnya stakeholder terkait. Sudah saatnya untuk melibatkan pihak lain, agar persoalan pendidikan bisa ditertanggulangi dengan baik sesuai dengan tujuan dan impian yang dicita-citakan bersama sebab tidak bisa dipungkiri jika pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama. Salah satu hal yang bisa digunakan pemerintah adalah mengajak pihak swasta untuk turut serta dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui program CSR (Corporate Social Responsibility).

Saat ini, cukup banyak perusahaan yang mulai melibatkan diri untuk dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Terkhusus lagi kepada perusahaan-perusahaan plat merah seperti perbankan (Mandiri, BRI, BNI dll), sector konstruksi (Wijaya Karya, Semen Indonesia, Adi Karya dll), sector telekomunikasi (Telkom Indonesia, RRI, dll), serta beberapa perusahaan lain yan turut memberikan perhatian khususnya pengembangan mutu pendidikan

Di Sulawesi Selatan, salah satu instansi yang menunjukkan kepedulian sebagai upaya mewujudkan akses pendidikan yang meluas, merata dan berkeadilan adalah Yayasan Hadji Kalla. Yayasan Hadji Kalla merupakan organisasi nirlaba yang bernaung dibawa struktur Kalla Group, yang mengelola dana zakat (CSR) perusahaan untuk focus pada pengembangan mutu pendidikan. Tahun 2016 lalu, ada sekitar 30 M yang dialokasikan Yayasan Hadji Kalla untuk program CSR yang tergabung dalam 5 sub bidang diantaranya: Educare (bidang pendidikan), Islamic Care (bidang keagamaan dan keummatan), Community Care (bidang kemasyarakatan dan kewirausahaan) dan Agro & Green Care (bidang penghijauan dan pertanian).

Penulis bergabung dengan Yayasan Hadji Kalla 2 tahun belakangan ini, dengan bergelut hampir di semua lini program tak terkecuali bidang pendidikan.  Adapun bentuk-bentuk program dalam rangka mewujudkan akses pendidikan yang meluas, merata dan berkeadilan sebagai berikut:

Pelatihan Guru

Kemajuan suatu pendidikan tidak terlepas dari kualitas guru dalam melakukan proses kegiatan belajar mengajar. Seperti yang terurai diatas, jika laju teknologi juga berimbas banyaknya perubahan dalam pola pendidikan. Peserta dalam peatihan guru diutamakan yang berlatar belakang pendidik di tingkatan Madrasah Ibtidayah/sekolah dasar tersebar di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan serta di Kota Makassar. Sebagai instruktur, kami kerja sama dengan Sekolah Islam Athirah untuk turut berpartisipasi sharing ilmu dan pengalaman dengan guru-guru yang berasa dari sekolah lain.

Beasiswa perguruan tinggi negeri

Adapun kampus tujuan dari program beasiswa ini adalan beberapa kampus unggulan di Indonesia seperti Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta beberapa kampus unggulan lainnya didalam dan luar negeri. Alasan pemilihan kampus tersebut, dari hasil survey tim internal Yayasan Hadji Kalla menyebutkan jika hampir semua unsur pimpinan lembaga-lembaga tinggi Negara (kementrian dan badan setingkat kementrian) merupakan alumni dari kampus tersebut sehingga diharapkan dengan adanya beasiswa ini maka motivasi dan semangat siswa untuk bisa bersaing dengan seluruh siswa di Indonesia semakin baik. Saat ini, ada ratusan siswa yang menjadi penerima beasiswa tersebut.

Kalla goes to campus

Sudah menjadi rahasia umum di tingkat nasional jika tingkat anarkisme mahasiswa di Makassar sangat besar saat demonstrasi berlangsung entah itu saat mengawal isu-isu nasional bahkan isu internal kampus masing-masing. Ada kecenderungan tersebut, maka Yayasan Hadji Kalla merasa terpanggil untuk rutin masuk kampus dan membuka cakrawala berpikir mahassiwa tentang peluang dan tantangan yang bisa dimanfaatkan dimasa mendatang. Apalagi Yayasan Hadji Kalla yang berafiliasi langsung dengan Kalla Group juga membawahi puluhan perusahaan dengan beraneka ragam sector menjadi nilai tambah tersendiri di kalangan mahasiswa. Tahun lalu ada sekitaran 13 ribu mahasiwa dan puluhan kampus yang tersebar diberbagai daerah di Sulawesi Selatan yang pernah terlibat dalam program ini. Sebagai bentuk pengembangan dari program ini, maka setahun terakhir sudah ada pula program beasiswa tugas akhir bagi mahasiswa yang ingin mendapatkan beasiswa saat penyelesaia tugas akhir di kampus.

Kalla goes to school

Bukan hanya kampus, tapi juga sekolah menjadi objek dari program yang sama. Tujuan tentu saja berbeda dibanding saat lawatan ke kampus, maka di sekolah kami banyak memotivasi siswa untuk belajar giat agar bisa bermanfaat dimasa mendatang. Tahun lalu, tak kurang dari 4000 siswa yang menjadi peserta dalam kegiatan tersebut, yang juga tersebar di hampir semua kabupaten di Sulawesi Selatan.

Bantuan fasilitas

Bantuan fasilitas adalah pehatian yang diberikan untuk membantu sarana dan prasarana khususnya sekolah-sekolah marginal di Kota Makassar. Bentuk program ini misalnya pemberian meja dan kursi siswa maupun guru, sumbangan material semen dll jika masih tahap pembangunan, serta berbagai sumbangan lainnya yang masih menjadi kebutuhan primer bagi sekolah. Tahun lalu, ada sekitaran 15 sekolah marginal yang mendapatkan bantuan tersebut.

Sekolah sehat

Beda lagi dengan sekolah sehat, karena bentuk bantuan yang diberikan adalah pembangunan toilet sekolah. Memang terdengar sepele, tapi ternyata dari hasil survey kecil-kecilan di Yayasan Hadji Kalla ternyata masih banyak sekolah yang tidak memiliki toilet yang memadai untuk siswa apalagi di sekolah-sekolah marginaldi Kota Makassar. Efek dari ketiadaan toilet akan berdampak buruk terhadap tingkat kesehatan siswa, bayangkan saja jika saat siswa ingin ke toilet tapi harus ditahan sampai pulang sekolah hanya gara-gara sekolah yang tidak memiliki toilet yang memadai. Selan itu, efek jangka panjangnya juga akan berpengaruh terhadap tingkat prestasi belajar siswa di sekolah.

Semua program diatas, sampai saat ini masih berlangsung dan berjalan sesuai dengan visi dan misi Yayasan Hadji Kalla yang ingin berkontribusi aktif khususnya dalam bidang pendidikan. Semoga saja kedepannya semakin banyak pihak yang berkontribusi dalam pengembangan program CSR dalam upaya mendukung pemerintah dalam mewujudkan akses pendidikan yang meluas, merata dan berkeadilan.

Penulis: Usuluddin